Rabu, 25 Januari 2012

SAKIT MENURUT PANDANGAN ISLAM

Sebagian besar manusia pasti sudah merasakan sakit. Penerimaan ketika sakit tentunya berbeda antara satu orang dengan yang lain. Ada orang yang sakit flu atau batuk saja merasa menerima musibah yang besar. Ada pula orang mengidap kanker atau tumor ganas, tetapi merasa lapang, menerima sakitnya dengan sabar karena dia yakin bahwa semua penyakit datang dari Allah dan pasti ada obatnya. Sebenarnya apa pengertian sakit menurut islam? Dalam hadist Thabrani dinyatakan bahwa “Seorang mukmin yang sakit, ia tidak mendapatkan pahala dari sakitnya, namun diampuni dosa-dosanya”. Ini berarti bahwa sakit pada manusia merupakan salah satu wujud kasih sayang Allah. Lalu, Apa yang harus kita lakukan ketika sakit? Kita harus mengeluhkan sakit kepada Allah dan ikhlas menerimanya. Di samping itu jangan lupa berobat kapada ahlinya.

Nabi menjelaskan bahwa ada dua macam penyakit sesuai dengan keadaan manusia yang terdiri dari tubuh jasad dan tubuh rohani. Untuk obat rohaniah adalah membaca AL Qur’an dan untuk sakit fisik adalah materi, diantaranya adalah madu.Dalam salah satu hadis riwayat Wailah bin Al Asqa’ disebutkan bahwa ketika seorang sahabat mengeluh sakit kerongkongan kepada rasulullah, maka beliau bersabda : “Bacalah Al-Qur’an dan minumlah madu, karena membaca Al-Qur’an merupakan obat untuk penyakit yang berada di dalam dada dan madu adalah obat untuk tiap penyakit”.

Sebelum Islam diturunkan, manusia sudah mempunyai pengetahuan dan cara pengobatan yang mereka peroleh berdasarkan pengalaman. Hal ini dinamai pengobatan tradisional yang banyak berdasarkan pada kegelapan mistik.  Mereka percaya bahwa dunia ini dikuasai oleh mahkluk ghaib yang baik dan yang jahat terhadap manusia.Makhluk inilah yang menyebabkan datangnya bencana dan penyakit. Dukun-dukun atau orang-orang tua merekalah yang berhubungan dengan makhluk ghaib tersebut. Dukun-dukun inilah yang nanti menjadi orang yang mengobati. Tiap dukun mempunyai cara tersendiri dalam memperoleh ilmu pengobatan dan dalam membuat diagnosa penyakit serta mengenai pengobatannya, yang kesemuanya dipengaruhi juga oleh kebudayaan suku-suku dan agama mereka. Dukun di Jawa berbeda dari dukun di Bali dan Sumatera. Dukun suku Batak akan berbeda dari dukun suku Minang dan sebagainya.Secara ringkas dapat dikatakan bahwa pengobatan tradisional ini di manapun (termasuk Indonesia), adalah pengobatan yang primitif, jadi tidak ilmiah dan spekulatif,mistik, magik dan statis serta tidak dapat diajarkan. Jampi-jampi dan rajah serta azimat dilarang oleh Islam, karena semua itu membawa manusia kepada sikap syirik yang mempercanyai bahwa azimat, huruf-huruf dan tulisan-tulisan, walaupun ayat Al Qur’an,dapat menyembuhkan atau mencegah penyakit.

Usumah bin Syarik berkata, “Di waktu saya beserta Nabi Muhammad SAW., datanglah beberapa orang badui, lalu mereka bertanya, “Ya, Rasulullah, apakah kami mesti berobat?”, Jawab beliau, “Ya, wahai hamba Allah, berobatlah kamu, karena Allah tidak mengadakan penyakit melainkan Dia adakan obatnya, kecuali satu penyakit”. Tanyamereka, “Penyakit apa itu?”. Beliau menjawab, “Tua”. (HR. Ahmad).

Abu Darda’ berkata, bahwa Rasulullah bersabda, “Sesungguhnyqa Allah menurunkan penyakit serta obat dan diadakan-Nya bagi tiap penyakit obatnya, maka berobatlah kamu, tetapi janganlah kamu berobat dengan yang haram”. (HR. Abu Daud).

Secara umum di dalam dunia pengobatan dikenal istilah medis dan nonmedis.Para ahli berbeda pendapat tentang penjelasan batasan istilah medis dan definisinya secara terminologis menjadi tiga pendapat, yakni : 1. Pendapat pertama :Medis atau kedokteran adalah ilmu untuk mengetahui berbagai kondisi tubuh manusia dari segi kesehatan dan penyakit yang menimpanya. Pendapat ini dinisbatkan kepada para dokter klasik dan Ibnu Rusyd-Al-Hafidz. 2. Pendapat kedua : Medis atau kedokteran adalah ilmu tentang berbagai kondisi tubuh manusia untukmenjaga kesehatan yang telah ada dan mengembalikannya dari kondisi sakit. Pendapat ini dinisbatkan kepada Galinus dan dipilih oleh Dawud Al Antoky dalambukunya Tadzkirah Ulil Albab. 3. Pendapat ketiga : Ilmu yang diketahui dengannya kondisi-kondisi tubuh manusia dari segi  kondisisehat dan kondisi menurunnya kesehatan untuk menjaga kesehatan yang telah ada dan mengembalikannya ketika kondisi tidak sehat. Ini adalah pendapat Ibnu Sina. Definisi-definisi tersebut walaupun kata-kata dan ungkapannya berbeda tetapi arti dan kandungannya saling berdekatan, meskipun definisi ketigalah yang memiliki keistimewaan karena bersifat komprehensif mencakup makna yang ditunjukkan oleh definisi pertama dan kedua.

Dalam setiap perjalanan hidup manusia, senantiasa dipertemukan pada tiga kondisi dan situasi yakni sehat, sakit atau mati. Sebagian manusia memandang sehat dan sakit secara berbeda. Pada kondisi sehat, terkadang melupakan cara hidup sehat dan mengabaikan perintah Allah Swt, sebaliknya pada kondisi sakit dianggapnya sebuah beban penderitaan, malapetaka dan wujud kemurkaan Allah Swt kepadanya. Padahal Allah SWT dalam Q.S. Shaad : 27 selalu menciptakan sesuatu atau memberikan suatu ujian kepada hambanya pasti ada hikmah/pelajaran dibalik itu semua.

Dalam perspektif Islam, setiap penyakit merupakan cobaan yang diberikan oleh Sang Pencipta Allah SWT kepada hamba-Nya untuk menguji keimanannya. Sabda Rasulullah SAW yang artinya “Dan sesungguhnya bila Allah SWT mencintai suatu kaum, dicobanya dengan berbagai cobaan. Siapa yang ridha menerimanya, maka dia akan memperoleh keridhoan Allah. Dan barang siapa yang murka (tidak ridha) dia akan memperoleh kemurkaan Allah SWT” (H.R. Ibnu Majah dan At Turmudzi). Sakit juga dapat dipandang sebagai peringatan dari Allah SWT untuk mengingatkan segala dosa-dosa akibat perbuatan jahat yang dilakukannya selama hidupnya. Pada kondisi sakit, kebanyakan manusia baru mengingat dosa-dosa dari perbuatan jahatnya dimasa lalu. Dalam kondisi sakit itulah, kebanyakan manusia baru melakukan taubat dengan cara memohon ampunan kepada Allah SWT dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatan jahatnya di kemudian hari.

Kondisi sehat dan kondisi sakit adalah dua kondisi yang senantiasa dialami oleh setiap manusia. Allah SWT tidak akan menurunkan suatu penyakit apabila tidak menurunkan juga obatnya, sebagaimana hadis yang diriwayatkan oleh  Abu Hurairah ra dari Nabi saw bersabda: مَا أَنْزَلَ اللَّهُ دَاءً إِلَّا أَنْزَلَ لَهُ شِفَاءً  -Allah swt tidak menurunkan sakit, kecuali juga menurunkan obatnya (HR  Bukhari).

Bila dalam kondisi sakit, umat Islam dijanjikan oleh Allah Swt berupa penghapusan dosa apabila ia bersabar dan berikhtiar untuk menyembuhkan penyakitnya. Sebagaimana sebuah hadits yang diriwayatkan Imam Muslim, “Tidaklah seorang muslim tertimpa derita dari penyakit atau perkara lain kecuali Allah hapuskan dengannya (dari sakit tersebut) kejelekan-kejelekannya (dosa-dosanya) sebagaimana pohon menggugurkan daunnya.”

Sementara bagi Umat Islam lainnya yang berada dalam kondisi sehat dianjurkan oleh Allah Swt untuk menjenguk saudara seiman yang menderita sakit. Apabila orang yang sehat minta didoakan dari orang yang sakit, maka Allah Swt berjanji akan mengabulkannya. Hal ini diriwayatkan Asy-Suyuti, “Jika kamu menjenguk orang sakit, mintalah kepadanya agar berdoa kepada Allah untukmu, karena doa orang yang sakit seperti doa para malaikat.”

Dengan demikian, kedudukan orang yang menderita sakit bukanlah orang yang hina, malah memiliki kedudukan yang mulia. Simak hadits yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari “Tidak ada yang yang menimpa seorang muslim kepenatan, sakit yang berkesinambungan (kronis), kebimbangan, kesedihan, penderitaan, kesusahan, sampai pun duri yang ia tertusuk karenanya, kecuali dengan itu Allah menghapus dosanya.”

Menurut Aswadi Syuhadak dalam sebuah tulisannya berjudul “Sakit versus Kesembuhan Dalam Islam”, kata maradl (Sakit) dan syifa’ (Sembuh) dalam QS. Al-Syu`ara’ [26/47]: 80 وَإِذَا مَرِضْتُ فَهُوَ يَشْفِينِ yang artinya, “apabila aku sakit, Dialah Yang menyembuhkan aku“, dikaitkan dengan manusia, sedangkan syifa’ (kesembuhan) diberikan pada manusia dengan disandarkan pada Allah swt. Kandungan makna demikian ini juga mengantarkan pada sebuah pemahaman bahwa setiap ada penyakit pasti ada obatnya, dan apabila obatnya itu mengenai penyakitnya sehingga memperoleh kesembuhan, maka kesembuhannya itu adalah atas ijin dari Allah swt. sebagaimana diisyaratkan dalam hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Jabir dari Nabi saw bersabda:  لِكُلِّ دَاءٍ دَوَاءٌ فَإِذَا أُصِيبَ دَوَاءُ الدَّاءِ بَرَأَ بِإِذْنِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ.  -Setiap penyakit pasti ada obatnya, apabila obatnya itu digunakan untuk mengobatinya, maka dapat memperoleh kesembuhan atas ijin Allah swt (HR. Muslim).

Lebih lanjut merujuk pada catatan Ibnu Faris, maradl merupakan bentuk kata yang berakar dari huruf-huruf m-r-dl (م- ر- ض) yang makna dasarnya berarti sakit atau segala sesuatu yang mengakibatkan manusia melampaui batas kewajaran dan mengantar kepada terganggunya fisik, mental bahkan tidak sempurnanya amal atau karya seseorang atau bila kebutuhannya telah sampai pada tingkat kesulitan. Terlampauinya batas kewajaran tersebut dapat berbentuk ke arah berlebihan yang disebut boros, sombong maupun takabbur; dan dapat pula ke arah kekurangan yang disebut kikir, bodoh, dungu dan kolot. oleh karenanya maradl juga dapat dikatakan sebagai hilangnya suatu keseimbangan bagi manusia.

Aswadi Syuhadak menemukan sebanyak tiga belas kali dalam Al-Qur’an kata maradl, kesemuanya dikaitkan dengan qulub قلوب)), hati dalam bentuk jamak, kecuali sekali disebut kata qalb dalam bentuk tungal. Kata maradl juga biasa diidentikkan dengan kata saqam. Dalam hal ini, kata saqam hanya difokuskan pada penyakit jasmani, sedangkan maradl terkadang digunakan untuk sebutan penyakit jasmani, ruhani dan psikologis.

Sementara kata syifa’ itu sendiri adalah berakar dari huruf-huruf شف- ي  dengan pola perubahannya شفى- يشفيشفاء  (syafa-yasyfi-syifa’) yang menurut catatan ibnu Mandhur berarti obat yang terkenal, yaitu obat yang dapat menyembuhkan penyakit  Ibnu Faris bahkan menegaskan bahwa term ini dikatakan syifa’ karena ia telah mengalahkan penyakit dan menyembuhkannya. Sejalan dengan pengertian ini, al-Raghib al-Ashfahani justru mengidentikkan term syifa’ min al-maradl (sembuh dari penyakit) dengan syifa’ al-salamah (obat keselamatan) yang pada perkembangan selanjutnya term ini digunakan sebagai nama dalam penyembuhan, baik mabarrat, klinik maupun rumah sakit.

Beberapa pengertian syifa’ tersebut secara sederhana dapat dipahami bahwa syifa’ itu sendiri selain menunjuk pada proses dan perangkat tekniknya juga merujuk pada hasil yang diperolehnya, yaitu sebuah kesembuhan dari suatu penyakit. Sedangkan kata sehat yang merujuk pada kata salim sebagaimana tercantum dalam QS al-Shaffat [37]:85-86 dan  QS as-Syu’ara’ ayat 87-90. Kandungan ayat ini menunjukkan upaya dan permohonan Nabi Ibrahim kepada Allah swt untuk memperoleh keselamatan maupun kesehatan sejak dalam kehidupan di dunianya hingga di hari kebangkitan.

Secara filosofis, makna kesehatan menurut ajaran Islam adalah kebersihan dalam diri manusia meliputi sehat jasmani dan rohani atau lahir dan batin. Orang yang sehat secara jasmani dan ruhani adalah orang berperilaku yang lebih mengarah pada tuntunan nilai-nilai ruhaniyah, uluhiyah (ilahiyah) maupun rububiyyah (insaniyah) sehingga melahirkan amal saleh. Jasad, raga, dan badan serta unsur-unsur fisik yang mengalami kerusakan hingga kesakitan dapat disembuhkan melalui ayat-ayat qauliyah sebagaimana tersebut dalam QS al-Isra’: [17/50]: 82-83, ayat-ayat kauniyah dalam QS al-Nahl [16/70]: 69 dan gabungan antara ayat-ayat qauliyah dan kauniyah sebagaimana diisyaratkan dalam QS al-Taubah [9/113]: 14 dan 15 yang dapat disebaut sebagai penyembuhan dan kegunaannya secara holistik.

Untuk mencegah datangnya penyakit, manusia dibebaskan untuk berikhtiar. Namun Islam sudah memberikan kuncinya secara umum dengan cara mencegah kelebihan makan.Al Quran mengingatkan, “Makan dan minumlah tapi jangan berlebih-lebihan. Allah tidak senang kepada orang yang berlebih-lebihan (QS Al-A’raf [7]: 31). Rasulullah juga memberikan tips dalam sabdanya,” Tidak ada bencana yang lebih buruk yang diisi oleh manusia daripada perutnya sendiri. Cukuplah seseorang itu mengonsumsi beberapa suap makanan yang dapat menegakkan tulang punggungnya. Kalau terpaksa, maka ia bisa mengisi sepertiga perutnya dengan makanan, sepertiga untuk minuman dan sepertiga sisanya untuk nafasnya” (HR. At-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Al-Hakim).

Perlu diketahui bahwa Allah menurunkan segala penyakitnya tanpa menjelaskan secara terperinci mengenai jenis penyakitnya dan Alah menurunkan obatnya tanpa menyebutkan detail apa obatnya dan bagaimana memakainya. Masalah ini haruslah dikerjakan oleh manusia dengan akal, ilmu dan penyelidikan yang sekarang dinamai “science”  bersama teknologinya. Apabila manusia mau mencari, maka Allah akan memberikan ilham-Nya kepada siapa saja yang mau mencari dan mengembangkan akalnya terlepas dari agama yang dianutnya, apakah dia Islam, ateis, Kristen, Hindu ataupun lainnya, sebagaimana angterjadi di jaman ini. Hal ini dijelaskan oleh Allah dalam Surat AL-‘Alaq ayat 1-5 : “Bacalah! Dengan asma Tuhanmu yang telah mencipta. Menciptakan manusia dari ‘alaq. Bacalah! Dan Tuhanmu itu adalah Maha Mulia. Dia yang mengajarkan dengan qalam. Mengajari manusia apa yang ia tidak tahu”.

Simaklah sabda Rasulullah SAW. : “Pikirkanlah mengenai ciptaan Allah dan janganlah pikirkan zat Alah, maka kamu akan tersesat”. “Tuntutlah ilmu sejak lahir sampai ke liang lahat”. “Tuntutlah ilmu walaupun di negeri Cina”. “Barang siapa yang menghendaki dunia, maka ia harus berilmu dan barang siapa yangmenghendaki akhirat, maka ia harus berilmu dan barang siapa menghendaki keduanya,maka ia harus berilmu”. “Agama itu akal dan tidak ada agama bagi mereka yang tidak berakal”.


Sumber :

1 komentar:


  1. nice info
    Perkenalkan saya mahasiswa Fakultas Kedokteran di UII Yogyakarta
    :)
    twitter : @profiluii :)

    BalasHapus

VIDEO: Brutal, Puluhan Sepeda Diterjang Mobil

VIVAnews - Acara sepeda santai yang digelar 'Critical Mass' di Porto Alegre, Brasil, pada penghujung Februari 2011 kemarin, berubah jadi tragedi.

Puluhan pesepeda bergelimpangan di jalan akibat ulah pengendara mobil, Ricardo Jose Neis.

Saat itu sekitar 130 pesepeda tengah melintas di jalan raya. Mereka baru saja memulai aktivitas ramah lingkungan sesuai misi Critical Mass.

Saat tengah asyik bersepeda, tiba-tiba saja Neis yang mengendarai mobil VW-nya menerjang mereka dari belakang dengan kecepatan tinggi.

Puluhan pesepeda bergelimpangan di jalan akibat ulah pengendara mobil, Ricardo Jose Neis.

Sekitar 20 pesepeda jadi korban. Mereka terpental, bergelimpangan di jalan. Bahkan tidak sedikit di antara mereka tersangkut di kap mobil Neis berikut sepedanya. Para korban mengalami luka ringan maupun berat. Jerit tangis dan teriakan langsung membahana di jalan. Neis pun diamankan polisi.

Sekadar diketahui Critical Mass adalah sebuah acara bersepeda yang biasanya digelar pada hari Jumat terakhir setiap bulan, di lebih dari 300 kota di seluruh dunia.

Saksikan video brutal Neis di sini.

sumber : • VIVAnews http://dunia.vivanews.com/news/read/207196-video--brutal--puluhan-sepeda-diterjang-mobil


Video Tragedi Sepeda di Brazil