Sabtu, 29 Januari 2011

TUNTUNAN SHALAT


Shalat secara lughawi berasal dari bahasa Arab shalla-yushalli-shalaatan, mengandung makna doa atau pujian. Shalat menurut syariat Islam adalah ibadah yang terdiri dari perkataan dan perbuatan yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam, dengan syarat tertentu dan rukun tertentu. Shalat hukumnya fardhu ‘ain, selama seseorang hamba masih dapat menghirup udara, selama itu pula kewajiban shalat masih melekat pada dirinya. Allah swt berfirman : “ Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman”. (QS. An-Nisa [4] : 103). Allah swt juga berfirman : “ Wahai orang-orang yang beriman! Rukuklah, sujudlah, dan sembahlah Tuhanmu; dan berbuatlah kebaikan, agar kamu beruntung”. (QS. Al-Hajj [22] : 77).

Dalam ayat lainnya, Allah juga berfirman : “dan dirikan shalat, sesungguhnya shalat mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar (QS. Al-Ankabut [29] : 45). “Islam itu dibangun atas dasar lima perkara: bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain allah dan Nabi Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, mengeluarkan zakat, berpuasa di bulan Ramadan, serta pergi haji”, (HR. Bukhari, Muslim dan Ahmad dari Ibnu Umar).

Bila dalam ibadah haji Rasulullah saw. bersabda, “Ambillah dariku cara melaksanakan manasik hajimu”, maka dalam shalat Rasullah bersabda, “shalatlah sebagaimana kamu melihat aku shalat”. Rasulullah saw menegaskan bahwa amal perbuatan seorang hamba yang pertama kali akan diperhitungkan pada hari kiamat ialah shalat. “Sesungguhnya yang pertama kali dihisab pada diri hamba pada hari kiamat dari amalannya adalah shalat. Bila baik shalatnya maka ia telah lulus dan berunung, dan bila rusak shalatnya maka ia kecewa dan rugi.” (HR. ash-habus Sunan dari Abu Hurairah).

Ibadah shalat pada dasarnya merupakan ajang untuk mendekatkan hubungan seseorang hamba dengan Allah swt. Dalam Islam, shalat menduduki posisi yang utama daam segala proses peribadatan yang dilakukan seorang hamba kepada Allah. Sesungguhnya shalat adalah tiang agama, benteng kebenaran, pondasi ibadah, dan pintu ketaaan (Imam Ghazali).

Untuk dapat melaksanakan ibadah shalat dengan baik dan sempurna seseorang hamba harus mengerti dan memahami ilmu atau pengetahuan tentang shalat, karena itu Rasulullah mengatakan tentang shalat, jika baik, maka baik pulalah seluruh amalnya, dan jika rusak, maka rusak pulalah seluruh amalnya. Adakalanya, amal ibadah tidak cukup hanya dilakukan dengan memandang syarat-syarat sahnya saja, tetapi juga perlu memperhatikan syarat-syarat penerimaan dan syarat-syarat kesempurnaannya, serta ilmu atau pengetahuan tentang shalat.

Man amala bighairi ilmi, amaluhu mardudatun laa tuqbalu (Al Hadits). Barangsiapa yang beramal tanpa ilmu, maka amalnya tidak diterima dan tidak memberi manfaat. Yang dimaksud ilmu, antara lain adalah ilmu (pengetahuan) tentang syarat dan rukun shalat, tata cara shalat nabi, sunnah-sunnah dalam shalat dan hal-hal yang membatalkan shalat. Oleh karena itu, bagi yang belum mengkaji tentang fiqih shalat, bersegeralah untuk mengkajinya.

Selain ilmu fiqih shalat, perlu juga diketahui tentang ilmu fadhail shalat (ilmu keutamaan shalat). Ilmu yang memberi ruh dan motivasi pelaksanaan shalat. Orang yang mengetahui tentang keutamaan shalat tentu akan berbeda semangatnya dengan orang yang tidak tahu sama sekali tentang keutamaan shalat, fungsi shalat dll. Fenomena shalat di akhir waktu, shalat secepat kilat, tergesa-gesa, shalat terasa menjadi beban, adalah salah satu akibat tidak memiliki ilmu fadhail shalat.

Ketika menyebutkan ciri-ciri orang yang bertakwa pada awal surah Al-Baqarah, Allah menerangkan bahwa menegakkan ibadah shalat adalah ciri kedua setelah beriman kepada yang ghaib (Al-Baqarah: 3). Dari proses bagaimana ibadah shalat ini disyariatkan, lewat kejadian yang sangat agung dan kita kenal dengan peristiwa Isra’ Mi’raj. Rasulullah saw tidak menerima melalui perantara Malaikat Jibril, melainkan Allah swt. langsung mengajarkannya. Dari sini tampak dengan jelas keagungan ibadah shalat. Bahwa shalat bukan masalah ijtihadi (baca: hasil kerangan otak manusia yang bisa ditambah dan diklurangi) melainkan masalah ta’abbudi (baca: harus diterima apa adanya dengan penuh keta’atan). Sekecil apapun yang akan kita lakukan dalam shalat harus sesuai dengan apa yang diajarkan Allah langsung kepada Rasul-Nya, dan yang diajarkan Rasulullah saw. kepada kita.

Shalat adalah ibadah yang terpenting dan utama dalam Islam. Dalam deretan rukun Islam Rasulullah saw. menyebutnya sebagai yang kedua setelah mengucapkan dua kalimah syahadat (syahadatain). Rasullah bersabda, “Islam dibangun atas lima pilar: bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan shalat, membayar zakat, berhajji ke ka’bah baitullah dan puasa di bulan Ramadlan.” (HR. Bukhari, No.8 dan HR. Muslim No.16).

Ketika ditanya Malaikat Jibril mengenai Islam, Rasullah saw. lagi-lagi menyebut shalat pada deretan yang kedua setelah syahadatain (HR. Muslim, No.8). Orang yang mengingkari salah satu dari rukun Islam, otomatis menjadi murtad (keluar dari Islam). Abu Bakar Ash Shidiq ra. ketika menjabat sebagai khalifah setelah Rasullah saw. wafat, pernah dihebohkan oleh sekelompok orang yang menolak zakat. Bagi Abu Bakar mereka telah murtad, maka wajib diperangi. Para sahabat bergerak memerangi mereka. Peristiwa itu terkenal dengan harbul murtaddin. Ini baru manolak zakat, apalagi menolak shalat.

Pentingnya Shalat.

Al Qur’an banyak sekali memuat perintah agar kita menegakkan shalat, baik dengan istilah “shalat” itu sendiri atau dengan istilah “iqamatush shalah” (mendirikan shalat). Al Qur’an juga menggambarkan bahwa kebahagian hidup adalah karena shalatnya yang dilakukan dengan penuh kekhusukkan. Allah swt berfiman : Sungguh beruntung orang-orang yang beriman, (yaitu) orang yang khusuk dalam salatnya”. (QS. Al-Mu’minun [23] : 1-2). Shalat adalah amalan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Firman Allah swt : “ Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, maka sembahlah Au dan dirikanlah shalat untuk mengingat Aku.” (QS. Thaha [20] : 14).

Diantara ibadah dalam Islam, shalatlah yang membawa manusia untuk berada dalam situasi terdekat dengan Allah. Dalam Islam, Allah bukanlah Dzat yang ditakuti, tetapi dikasihi dan disayangi, karena Dia adalah Dzat Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Itu sebabnya, Tuhan dalam Islam tidak perlu dibujuk-bujuk dengan memberi sesajen dan persembahan, tetapi harus didekati untuk mengingatnya. . Allah swt berfiman : “ (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengat mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram”. (QS. Ar-Ra’d [13] : 28). Allah juga berfirman : “ Dan (ketahuilah) mengingat Allah (shalat) itu lebih besar (keutamaannya dari ibadah lain). Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS. Al-Ankabut [29] : 45).

Agar sholat seseorang hamba sempurna dan diterima oleh Allah swt, maka sholatlah seperti sholatnya Rasullah saw, beliau bersabda, “shalatlah sebagaimana kamu melihat aku shalat”. Melakukan semua gerakan shalat dengan benar, seperti gerakan shalat nabi, tidak tergesa-gesa, tumakninah, tidak ada gerakan tambahan selain gerakan shalat, pandangan mata ke tempat sujud (tidak terpejam). Memahami arti setiap gerakan. Dalam membaca bacaan shalat lakukan dengan tenang, tartil dan dilisankan (tidak hanya di dalam hati).

Mengetahui arti bacaan, terdengar oleh telinga sendiri, dihayati oleh fikirian dengan mengetahui maknanya. Dalam shalat fikiran harus memiliki kesibukan untuk mengartikan dan memahami setiap gerakan dan bacaan shalat. Jika ada sesuatu yang mengganggu fikiran, segera kembalikan pada kesibukan memahami bacaan shalat dan gerakan shalat. Menghayati seluruh gerakan shalat, menghayati seluruh bacaan shalat. Hadirkan rasa syahdu dalam bermunajat kepada Allah.

Disamping itu perlu juga diperhatikan tentang wudhu, karena wudhu adalah syarat syahnya shalat. Jika wudhunya tidak syah, maka shalatnya juga tidak syah. Tentang wudhu, kita juga harus belajar tata caranya, syarat-rukunnya, yang membatalkannya, sunnah-sunnahnya dll (fiqqih wudhu). Juga kita perlu mempelajari fadhail wudhu (keistimewaan wudhu) agar wudhu yang kita lakukan sesuai dengan contoh nabi, dan memiliki ruh dan penghayatan wudhu yang baik.

Sedangkan ancaman bagi yang enggan shalat, Rasulullah saw bersabda : “ Janji yang terikat erat antara kami dan mereka, adalah shalat, maka siapa yang meninggalkannya, berarti ia telah kafir.” (HR. ahmad dan ash-habus Sunan dari Burairah). Rasulullah saw juga bersabda : “Batas antara seseorang dengan kekafiran adalah meninggalkan shalat.” (HR. Muslim, Ahmad dan as-habus Sunan).

Tidak memperoleh cahaya dihari kiamat, Rasulullah saw telah bersabda yang diriwayatkan oleh Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash : “Barangsiapa yang memelihara shalat, maka ia akan memperoleh cahaya, bukti keterangan, dan kebebasan pada hari kiamat. Dan orang yang tidak menjaga shalat, maka ia tidak akan mendapatkan cahaya, bukti keterangan, dan kebebasan, dan ketika hari kiamat dating ia akan dikumpulkan bersama Qarun, Fir’aun, Haman, dan Ubay bin Kalaf.” (HR. Ahmad, Tabrani dan Ibnu Majah).

Sholat lebih utama bila didirikan dengan berjamaah, terutama untuk pria. Allah swt berfirman : “ Dan dirikanlah shalat, tunaikan zakat dan rukuklah beserta orang-orang yang rukuk. (QS. Al-Baqarah [2] : 43). Ada dua fakta tentang pentingnya sholat berjamaah, yaitu tentang Orang buta dan Orang yang tinggal di daerah tidak aman ternyata mereka tidak mendapatkan keringanan untuk meninggalkan shalat berjamaah di masjid.

Seorang pria buta mengadu kepada Rasulullah SAW, katanya : “ Ya Rasul, tiada seorang penuntun bagiku yang menolongku mengantar ke masjid, maka berilah keringanan untukku shalat di rumah. Kemudian, ia diberi keringanan oleh Rasul. Namun ketika ia tegak dan baru beberapa langkah pulang, Rasulullah SAW memanggilnya kembali, sabdanya: “Adakah kamu mendengar adzan shalat?”. Jawabnya : “Ya, aku mendengarnya”.  Sabda Rasul : “Untuk itu, hendaklah engkau penuhi panggilan (adzan) itu” (HR Muslim).

Seseorang mengadu kepada Rasullah SAW: “Ya Rasul, bahwasanya kota Madinah ini banyak binatang buas lagi kejam, yang tentu aku sangat khawatir atas keselamatanku. Lalu Rasulullah saw bersabda : “Adakah kamu mendengar Hayya alash-sholah, hayya alal falah?. Kalau mendengarnya, maka datanglah kemari (ke masjid) untuk memenuhinya”. (HR Abu Daud).

Jika saat ini, khususnya bagi laki-laki, belum istiqamah shalat berjamaah di masjid, Jika Rasulullah tidak memberi izin bagi orang buta dan orang yang tinggal di daerah rawan untuk meninggalkan shalat berjamaah di masjid, tentu bagi kita yang tidak buta dan yang tinggal di daerah aman tidak ada alasan untuk meninggalkan shalat berjamaah di masjid!.

Lakukan shalat khusyu di masjid (shalat berjamaah). Tapi jika harus memilih salah satunya, shalat berjamaah di masjid lebih utama. Bukankah Rasul saw, sangat membenci orang yang tidak mau hadir shalat berjamaah? Rasul juga menyetarakan orang yang tidak mampu shalat berjamaah dengan orang munafik, “Tiada yang lebih berat pelaksanaannya oleh seorang munafik, kecuali shalat Isya dan Subuh berjamaah…” (HR Bukhari, Muslim).

Sumber :
  1. DR. Amir Faishol Fath, http://www.dakwatuna.com/2007/dua-dimensi-shalat/
  2. http://belajarshalatkhusyu.blogdetik.com/
  3. Hafiz Muthoharoh, S.Pd, http://alhafizh84.wordpress.com/2009/11/02/sunnah-sunnah-shalat-sunnah-qauliyah/
  4. Akhmad Tefur, http://www.akhmadtefur.com/sholat-berjamaah/renungan-fakta-penting-tentang-shalat-berjamaah/
  5. Mahmud Al-Mishri, 400 Kesalahan Dalam Shalat.
  6. Ali Khamenei & Muhsin Qiraati, Rahasia dibalik Shalat.
  7. M. Khalilurrahman Al Mahfani, Buku Pintar Shalat.

Rabu, 19 Januari 2011

Sabar Menghadapi Takdir


Sabar Menghadapi Takdir Adalah Sumber  Kebahagian Hidup

Kehidupan manusia didunia ini tidak terlepas dari ketentuan takdir, Setiap manusia dialam dunia ini, akan menghadapi banyak persoalan, berbagai macam rintangan dan bermacam masalah dalam kehidupan. Allah SWT juga berfirman: “Dan sungguh Kami benar-benar akan menguji kamu sekalian sehingga Kami mengetahui orang-orang yang benar-benar berjihad dan bersabar di antara kamu; dan akan Kami uji perihal kamu.” (QS. Muhammad [47]: 31). Bersabar dalam menghadapi takdir Allah termasuk cabang keimanan kepada Allah. Keimanan seorang mukmin yang benar harus mencakup enam rukun. Yang terakhir adalah beriman terhadap takdir Allah, baik takdir yang baik maupun takdir yang buruk.  Salah memahami keimanan terhadap takdir dapat berakibat fatal, menyebabkan batalnya keimanan seseorang.
“Sabar tergolong perkara yang menempati kedudukan agung (di dalam agama). Ia termasuk salah satu bagian ibadah yang sangat mulia. Ia menempati relung-relung hati, gerak-gerik lisan dan tindakan anggota badan. Sedangkan hakikat penghambaan yang sejati tidak akan terealisasi tanpa kesabaran. Hal ini dikarenakan ibadah merupakan perintah syariat (untuk mengerjakan sesuatu), atau berupa larangan syariat (untuk tidak mengerjakan sesuatu), atau bisa juga berupa ujian dalam bentuk musibah yang ditimpakan Allah kepada seorang hamba supaya dia mau bersabar ketika menghadapinya. Umat Islam memahami takdir sebagai bagian dari tanda kekuasaan Tuhan yang harus diimani sebagaimana dikenal dalam Rukun Iman.

Allah SWT berfirman : “Dan kunci-kunci semua yang ghaib ada pada-Nya; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji-pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz).”(QS. Al An’am [6]: 59).

Allah Maha Kuasa menciptakan segala sesuatu termasuk menciptakan Takdir.

Firman Allah SWT dalam ayat-ayat Al Quran yang menginformasikan bahwa Allah Maha Kuasa menciptakan segala sesuatu termasuk menciptakan Takdir.
  • “Dialah Yang Awal dan Yang Akhir ,Yang Zhahir dan Yang Bathin dan Dia maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al Hadid [57]: 3). “Yang Awal” ialah yang telah ada sebelum segala sesuatu ada. “Yang Akhir” ialah ang tetap ada setelah segala sesuatu musnah,”Yang Zahir”nialah Yang Maha Tinggi, dan “Al Batin” ialah tidak ada sesuatupun yang menghalangi-Nya dan Dia lebih dekat kepada makhluk dari pada makhluk itu sendiri kepada dirinya.
  • “Dia (Allah) telah menciptakan segala sesuatu dan sungguh telah menetapkannya (takdirnya.”) (QS.Al-Furqaan [25]: 2)
  • “Apakah kamu tidak tahu bahwa Allah mengetahui segala sesuatu yang ada di langit dan bumi. Sesungguhnya itu semua telah ada dalam kitab (Lauh Mahfuz), sesungguhnya itu sangat mudah bagi Allah.” (QS.Al-Hajj [22]: 70)
  • “Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya.” (QS. Al Maa'idah  [5]: 17)
  • “Kalau Dia (Allah) menghendaki maka Dia memberi petunjuk kepadamu semuanya.” (QS. Al-An'am [6]: 149)
  • “Allah menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat.” (QS. As-Safat  [37]: 96)
  • “Dan hanya kepada Allah-lah kesudahan segala urusan.” (QS. Luqman  [31]: 22). Allah yang menentukan segala akibat.
Iman kepada takdir merupakan salah satu rukun iman yang enam. Barangsiapa tidak mengimaninya sungguh dia telah terjerumus dalam kekafiran meskipun dia mengimani rukun-rukun iman yang lainnya. Beriman dengan benar terhadap takdir bukan berarti meniadakan kehendak dan kemampuan manusia untuk berbuat. Hal ini karena dalil syariat dan realita yang ada menunjukkan bahwa manusia masih memiliki kehendak untuk melakukan sesuatu. Dalil dari syariat, Allah Ta’ala telah berfirman tentang kehendak makhluk : “Itulah hari yang pasti terjadi. Maka barangsiapa yang menghendaki, niscaya ia menempuh jalan kembali kepada Tuhannya.” (QS. An Nabaa [78]: 39). Allah juga berfirman :  “Isteri-istrimu adalah lading bagimu, maka datangilah ladangmu itu kapan saja dengan cara yang kamu sukai.Dan utamakanlah (yang baik) untuk dirimu.Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu (kelak) akan menemuinya …”(Al Baqoroh [2]: 223)

Allah memperintahkan manusia untuk berusaha.

Firman Allah SWT dalam ayat-ayat dalam Al Quran yang meginformasikan bahwa Allah memperintahkan manusia untuk berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mencapai cita-cita dan tujuan hidup yang dipilihnya.
  • “Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.” (QS. Ar Ra'd  [13]: 11)
  • “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya….”(QS. Al Baqoroh [2]: 286).
  • “Maka bertakwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupanmu dan dengarlah serta ta’atlah dan nafkahkanlah nafkah yang baik untuk dirimu . Dan barangsiapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. At Taghobun [64]: 16).
  • “(Allah) Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (QS. Al Mulk  [67]: 2)
  • “Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, Nasrani, Shabiin (orang-orang yang mengikuti syariat Nabi zaman dahulu, atau orang-orang yang menyembah bintang atau dewa-dewa), siapa saja di antara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian, dan beramal saleh, maka mereka akan menerima ganjaran mereka di sisi Tuhan mereka, tidak ada rasa takut atas mereka, dan tidak juga mereka akan bersedih.” (QS. Al-Baqarah [2]: 62). Iman kepada Allah dan hari kemudian dalam arti juga beriman kepada Rasul, kitab suci, malaikat, dan takdir.
  • “... barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir...” (QS. Al Kahfi [18]: 29)

Sedangkan realita yang ada menunjukkan bahwa setiap manusia mengetahui bahwa dirinya memiliki kehendak dan kemampuan. Dengan kehendak dan kemampuannya, dia melakukan atau meninggalkan sesuatu. Ia juga bisa membedakan antara sesuatu yang terjadi dengan kehendaknya (seperti berjalan), dengan sesuatu yang terjadi tanpa kehendaknya, (seperti gemetar atau bernapas). Namun, kehendak maupun kemampuan makhluk itu terjadi dengan kehendak dan kemampuan Allah Ta’la karena Allah berfirman : “(yaitu) bagi siapa di antara kamu yang mau menempuh jalan yang lurus. Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam.” (QS. At Takwiir [81]: 28-29). Dan karena semuanya adalah milik Allah maka tidak ada satu pun dari milik-Nya itu yang tidak diketahui dan tidak dikehendaki oleh-Nya.

Antara Qodho’ dan Qodar

Dalam pembahasan takdir, kita sering mendengar istilah qodho’ dan qodar. Dua istilah yang serupa tapi tak sama. Mempunyai makna yang sama jika disebut salah satunya, namun memiliki makna yang berbeda tatkala disebutkan bersamaan. Jika disebutkan qodho’ saja maka mencakup makna qodar, demikian pula sebaliknya. Namun jika disebutkan bersamaan, maka qodho’ maknanya adalah sesuatu yang telah ditetapkan Allah pada makhluk-Nya, baik berupa penciptaan, peniadaan, maupun perubahan terhadap sesuatu. Sedangkan qodar maknanya adalah sesuatu yang telah ditentukan Allah sejak zaman azali. Dengan demikian qodar ada lebih dulu kemudian disusul dengan qodho’.
Takdir terkadang disifati dengan takdir baik dan takdir buruk. Takdir yang baik sudah jelas maksudnya. Lalu apa yang dimaksud dengan takdir yang buruk? Apakah berarti Allah berbuat sesuatu yang buruk? Dalam hal ini kita perlu memahami antara takdir yang merupakan perbuatan Allah dan dampak/hasil dari perbuatan tersebut. Jika takdir disifati buruk, maka yang dimaksud adalah buruknnya sesuatu yang ditakdirkan tersebut, bukan takdir yang merupakan perbuatan Allah, karena tidak ada satu pun perbuatan Allah yang buruk. Seluruh perbuatan Allah mengandung kebaikan dan hikmah. Jadi keburukan yang dimaksud ditinjau dari sesuatu yang ditakdirkan/hasil perbuatan, bukan ditinjau dari perbuatan Allah. Untuk lebih jelasnya bisa kita contohkan sebagai berikut.

Seseorang yang terkena kanker tulang ganas pada kaki misalnya, terkadang membutuhkan tindakan amputasi (pemotongan bagian tubuh) untuk mencegah penyebaran kanker tersebut. Kita sepakat bahwa terpotongnya kaki adalah sesuatu yang buruk. Namun pada kasus ini, tindakan melakukan amputasi (pemotongan kaki) adalah perbuatan yang baik. Walaupun hasil perbuatannya buruk (yakni terpotongnya kaki), namun tindakan amputasi adalah perbuatan yang baik. Demikian pula dalam kita memahami takdir yang Allah tetapkan. Semua perbuatan Allah adalah baik, walaupun terkadang hasilnya adalah sesuatu yang tidak baik bagi hambanya.
Namun yang perlu diperhatikan, bahwa hasil takdir yang buruk terkadang di satu sisi buruk, akan tetapi mengandung kebaikan di sisi yang lain. Allah Ta’ala berfirman : “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supay Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)” (QS. Ar Ruum [30]: 41). Kerusakan yang terjadi pada akhirnya menimbulkan kebaikan. Oleh karena itu, keburukan yang terjadi dalam takdir bukanlah keburukan yang hakiki, karena terkadang akan menimbulkan hasil akhir berupa kebaikan.

Implikasi Iman kepada Takdir

Kesadaran manusia untuk beragama merupakan kesadaran akan kelemahan dirinya. Terkait dengan fenomena takdir, maka wujud kelemahan manusia itu ialah ketidaktahuannya akan takdirnya. Manusia tidak tahu apa yang sebenarnya akan terjadi. Kemampuan berfikirnya memang dapat membawa dirinya kepada perhitungan, proyeksi dan perencanaan yang canggih. Namun setelah diusahakan realisasinya tidak selalu sesuai dengan keinginannya. Manuisa hanya tahu takdirnya setelah terjadi.

Oleh sebab itu sekiranya manusia menginginkan perubahan kondisi dalam menjalani hidup di dunia ini, diperintah oleh Allah untuk berusaha dan berdoa untuk merubahnya. Usaha perubahan yang dilakukan oleh manusia itu, kalau berhasil seperti yang diinginkannya maka Allah melarangnya untuk menepuk dada sebagai hasil karyanya sendiri. Bahkan sekiranya usahanya itu dinialianya gagal dan bahkan manusia itu sedih bermuram durja menganggap dirinya sumber kegagalan, maka Allah juga menganggap hal itu sebagai kesombongan yang dilarang juga (Al Hadiid QS. 57:23). Kesimpulannya, karena manusia itu lemah (antara lain tidak tahu akan takdirnya) maka diwajibkan untuk berusaha secara bersungguh-sungguh untuk mencapai tujuan hidupnya yaitu beribadah kepada Allah. Dalam menjalani hidupnya, manusia diberikan pegangan hidup berupa wahyu Allah yaitu Al Quran dan Al Hadits untuk ditaati.

Takdir Allah tidak kejam.

Apabila di hadapan anda terdapat 2 buah jalan; yang satu menuju daerah yang penuh kekisruhan dan ketidakamanan, sedangkan jalan yang satunya menuju daerah yang penuh ketentraman dan keamanan. Akan kemanakah anda akan melangkahkan kaki? Akal sehat tentu tidak memilih jalan yang pertama. Maka demikian pulalah seharusnya kita bersikap dalam memilih jalan yang menuju kehidupan akhirat kita, hendaknya jalan ke surga itulah yang kita pilih bukan sebaliknya. Alangkah tidak adilnya manusia yang memilih kesenangan duniawi dengan akalnya namun justeru memilih kesengsaraan akhirat dengan dalih takdir dan membuang akal sehatnya. Suatu saat ada pencuri yang hendak dipotong tangan oleh kholifah Umar, namun pencuri ini mengatakan, “Wahai Amirul Mukminin sesungguhnya aku mencuri hanya karena takdir Allah.” Umar pun menjawab, “Dan Kami pun memotong tangan dengan takdir Allah.” Lalu siapakah yang kejam? Bukan takdir Allah yang kejam tapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.

Setiap muslim wajib membekali dirinya dengan pemahaman takdir yang benar sebagaimana yang diajarkan oleh Allah dan Rosul-Nya. Dalam mengimani takdir ada empat hal yang harus diyakini dalam dada setiap muslim yaitu al ‘ilmu, al kitabah, al masyi’ah dan al kholq.

Pertama, Al ‘Ilmu (Tentang Ilmu Allah)

Kita meyakini bahwa ilmu Allah Ta’ala meliputi segala sesuatu secara global dan terperinci yang terjadi sejak zaman azali (yang tidak berpermulaan) sampai abadi (yang tidak berkesudahan). Allah Ta’ala berfirman, “Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi?; bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam sebuah kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Allah.” (Al Hajj: 70). Allah sudah tahu siapa saja yang akan menghuni Surga dan siapa yang akan menghuni Neraka. Tidak ada satupun makhluk di langit maupun di bumi bahkan di dalam perut bumi sekalipun yang luput dari pengetahuan-Nya.

Kedua, Al Kitabah (Tentang Penulisan Ilmu Allah)

Kita meyakini bahwa Allah Ta’ala telah menuliskan ilmu-Nya tentang segala sesuatu yang terjadi di dalam Lauhul Mahfuzh sejak 50 ribu tahun sebelum penciptaan langit dan bumi. Rosululloh shollAllahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah telah menulis takdir seluruh makhluk ciptaan-Nya semejak lima puluh ribu tahun sebelum penciptaan langit dan bumi.” (HR. Muslim). Takdir yang ditulis di Lauhul Mahfuzh ini tidak pernah berubah. Berdasarkan ilmu-Nya, Allah telah menuliskan siapa saja yang termasuk penghuni surga dan siapa yang termasuk penghuni neraka. Namun tidak ada satu orangpun yang mengetahui apa yang ditulis di Lauhul Mahfuzh kecuali setelah hal itu terjadi.

Ketiga, Al Masyi’ah (Tentang Kehendak Allah)

Kita meyakini bahwa Allah Ta’ala memiliki kehendak yang meliputi segala sesuatu. Tidak ada satu perbuatan makhluk pun yang keluar dari kehendak-Nya. Segala sesuatu yang terjadi semuanya di bawah kehendak (masyi’ah) Allah, entah itu disukai atau tidak disukai oleh syari’at. Inilah yang disebut dengan Irodah Kauniyah Qodariyah atau Al Masyi’ah. Seperti adanya ketaatan dan kemaksiatan itu semua terjadi di bawah kehendak Allah yang satu ini. Meskipun kemaksiatan itu tidak diinginkan terjadi oleh aturan syari’at.
Di sisi lain Allah memiliki Irodah Syar’iyah Diniyah. Di dalam jenis kehendak/irodah yang kedua ini terkandung kecintaan Allah. Maka orang yang berbuat taat telah menuruti 2 macam kehendak Allah ini. Adapun orang yang bermaksiat dia telah menyimpang dari Irodah Syar’iyah namun tidak terlepas dari Irodah Kauniyah. Lalu apakah orang yang bermaksiat ini terpuji? Jawabnya, Tidak. Karena dia telah melakukan perkara yang tidak dicintai d bahkan dibenci oleh Allah.

Keempat, Al Kholq (Tentang Penciptaan Segala Sesuatu Oleh Allah)

Kita meyakini bahwa segala sesuatu yang ada di alam semesta adalah makhluk ciptaan Allah baik itu berupa dzat maupun sifat, demikian juga seluruh gerak-gerik yang terjadi di dalamnya. Allah Ta’ala befirman, “Allah adalah pencipta segala sesuatu.” (Az Zumar: 62). Perbuatan hamba juga termasuk makhluk ciptaan Allah, karena perbuatan tersebut terjadi dengan kehendak dan kemampuan hamba; yang kedua-duanya ada karena diciptakan oleh Allah. Allah Ta’ala berfirman, “Allah-lah yang Menciptakan kalian dan amal perbuatan kalian.” (QS. Ash Shoffaat: 96)

Sumber Kesesatan Dalam Memahami Takdir

Sesungguhnya kesesatan dalam memahami takdir bersumber dari kesalahpahaman dalam memahami kehendak/irodah Allah. Mereka yang menganggap terjadinya kemaksiatan terjadi di luar kehendak Allah telah menyingkirkan dalil-dalil Al Kitab dan As Sunnah yang menunjukkan tentang Irodah Kauniyah. Orang-orang semacam ini akhirnya terjatuh dalam kesesatan tipe Qodariyah yang menolak takdir. Sedangkan mereka yang menganggap segala sesuatu yang ada baik ketaatan maupun kemaksiatan terjadi karena dicintai Allah telah menyingkirkan dalil-dalil Al Kitab dan As Sunnah yang mengancam hamba yang menyimpang dari Irodah Syar’iyah. Orang-orang semacam ini akhirnya terjatuh dalam kesesatan tipe Jabriyah yang menganggap hamba dalam keadaan dipaksa oleh Allah. Maha Suci lagi Maha Tinggi Allah dari apa yang mereka katakan. Maka Ahlus Sunnah berada di tengah-tengah, mereka mengimani Irodah Syar’iyah dan Irodah Kauniyah, dan inilah pemahaman Nabi dan para sahabat.

Takdir Adalah Rahasia Allah

Ali bin Abi Tholib rodhiyAllahu ‘anhu menceritakan bahwa Nabi shollAllahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda, “Setiap kalian telah ditulis tempat duduknya di surga atau di neraka.” Maka ada seseorang dari suatu kaum yang berkata, “Kalau begitu kami bersandar saja (tidak beramal-pent) wahai Rosululloh?”. Maka beliau pun menjawab, “Jangan demikian, beramallah kalian karena setiap orang akan dimudahkan”, kemudian beliau membaca firman Allah, “Adapun orang-orang yang mau berderma dan bertakwa serta membenarkan Al Husna (Surga) maka kami siapkan baginya jalan yang mudah.” (QS. Al Lail: 5-7). (HR. Bukhori dan Muslim). Inilah nasehat Nabi kepada kita untuk tidak bertopang dagu dan supaya senantiasa bersemangat dalam beramal dan tidak menjadikan takdir sebagai dalih untuk bermaksiat.

Keyakinan yang Benar Dalam Mengimani Takdir

Keyakinan yang benar adalah bahwa semua bentuk ketaatan, maksiat, kekufuran dan kerusakan terjadi dengan ketetapan Allah karena tidak ada pencipta selain Dia. Semua perbuatan hamba yang baik maupun yang buruk adalah termasuk makhluk Allah. Dan hamba tidaklah dipaksa dalam setiap yang dia kerjakan, bahkan hambalah yang memilih untuk melakukannya.

As Safariny mengatakan, “Kesimpulannya bahwa mazhab ulama-ulama terdahulu (salaf) dan Ahlus Sunnah yang hakiki adalah meyakini bahwa Allah menciptakan kemampuan, kehendak, dan perbuatan hamba. Dan hambalah yang menjadi pelaku perbuatan yang dia lakukan secara hakiki. Dan Allah menjadikan hamba sebagai pelakunya, sebagaimana firman-Nya (yang artinya), “Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah” (QS. At Takwir [81]: 29). Maka dalam ayat ini Allah menetapkan kehendak hamba dan Allah mengabarkan bahwa kehendak hamba ini tidak terjadi kecuali dengan kehendak-Nya. Inilah dalil yang tegas yang dipilih oleh Ahlus Sunnah.”

Sebagian orang ada yang salah paham dalam memahami takdir. Mereka menyangka bahwa seseorang yang mengimani takdir itu hanya pasrah tanpa melakukan sebab sama sekali. Contohnya adalah seseorang yang meninggalkan istrinya berhari-hari untuk berdakwah keluar kota. Kemudian dia tidak meninggalkan sedikit pun harta untuk kehidupan istri dan anaknya. Lalu dia mengatakan, “Saya pasrah, biarkan Allah yang akan memberi rizki pada mereka”. Sungguh ini adalah suatu kesalahan dalam memahami takdir.

Ingatlah bahwa Allah memerintahkan kita untuk mengimani takdir-Nya, di samping itu Allah juga memerintahkan kita untuk mengambil sebab dan melarang kita bermalas-malasan. Apabila kita telah mengambil sebab, namun kita mendapatkan hasil yang sebaliknya, maka kita tidak boleh berputus asa dan bersedih karena hal ini sudah menjadi takdir dan ketentuan Allah. Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Bersemangatlah dalam hal yang bermanfaat bagimu. Dan minta tolonglah pada Allah dan janganlah malas. Apabila kamu tertimpa sesuatu, janganlah kamu berkata: ‘Seandainya aku berbuat demikian, tentu tidak akan begini atau begitu’, tetapi katakanlah: ‘Qodarollahu wa maa sya’a fa’al’ (Ini telah ditakdirkan oleh Allah dan Allah berbuat apa yang dikehendaki-Nya) karena ucapan’seandainya’ akan membuka (pintu) setan.” (HR. Muslim)

Buah Beriman Kepada Takdir

Di antara buah dari beriman kepada takdir dan ketetapan Allah adalah hati menjadi tenang dan tidak pernah risau dalam menjalani hidup ini. Seseorang yang mengetahui bahwa musibah itu adalah takdir Allah, maka dia yakin bahwa hal itu pasti terjadi dan tidak mungkin seseorang pun lari darinya.

Dari Ubadah bin Shomit, beliau pernah mengatakan pada anaknya, “Engkau tidak dikatakan beriman kepada Allah hingga engkau beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk dan engkau harus mengetahui bahwa apa saja yang akan menimpamu tidak akan luput darimu dan apa saja yang luput darimu tidak akan menimpamu. Saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Takdir itu demikian. Barangsiapa yang mati dalam keadaan tidak beriman seperti ini, maka dia akan masuk neraka.” (Shohih. Lihat Silsilah Ash Shohihah no. 2439)

Maka apabila seseorang memahami takdir Allah dengan benar, tentu dia akan menyikapi segala musibah yang ada dengan tenang. Hal ini pasti berbeda dengan orang yang tidak beriman pada takdir dengan benar, yang sudah barang tentu akan merasa sedih dan gelisah dalam menghadapi musibah. Semoga kita dimudahkan oleh Allah untuk sabar dalam menghadapi segala cobaan yang merupakan takdir Allah.
Ya Allah, kami meminta kepada-Mu surga serta perkataan dan amalan yang mendekatkan kami kepadanya. Dan kami berlindung kepada-Mu dari neraka serta perkataan dan amalan yang dapat mengantarkan kami kepadanya. Ya Allah, kami memohon kepada-Mu, jadikanlah semua takdir yang Engkau tetapkan bagi kami adalah baik. Amin Ya Mujibbad Da’awat.

Sumber : Disusun dan diedit dari berbagai sumber

Selasa, 18 Januari 2011

Takwa Kepada Allah SWT

Takwa
Takwa adalah salah satu perintah Allah SWT yang banyak disebutkan dalam Al-Qur`an (208 ayat, 226 kata) dan Al-Hadits, mengingat hal tersebut merupakan salah satu kunci untuk menggapai rahmat Allah SWT, guna menggapai kebahagiaan di dunia dan akhirat. “Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dengan sebenar-benarnya takwa kepada-Nya.” (QS. Âli Imrân [3]: 102)
Melalui Al-Qur`an-Nya, Allah SWT juga menjelaskan bahwa balasan bagi orang-orang yang bertakwa tidak hanya dapat dirasakan di akhirat kelak, tetapi buahnya dapat pula dinikmati sejak kita masih hidup. Bahkan dalam Surah Ath-Thalaq Allah SWT mengemukakan bahwa takwa merupakan solusi dari berbagai himpitan hidup yang menghimpit. Dan di akhirat kelak mereka akan memasuki surga yang luasnya seluas langit dan bumi (lihat QS. Ali Imran [3]: 133)
Pengertian Takwa.
Takwa, menurut istilah, berasal dari kata waqa yaqi wiqayatan yang artinya berlindung atau menjaga diri dari sesuatu yang berbahaya. Takwa juga berarti takut. Sedangkan menurut syara, dalam Kitab Syarah Riyadhus Shalihin (1/290), Syeikh Utsaimin berkata, “Takwa diambil dari kata wiqayah, yaitu upaya seseorang melakukan sesuatu yang dapat melindungi dirinya dari azab Allah SWT. Dan, yang dapat menjaga seseorang dari azab Allah SWT ialah (dengan) melaksanakan perintah-perintah Allah SWT dan menjauhi larangan-larangan-Nya.”
Pentingnya Takwa Kepada Allah SWT
  1. Takwa adalah kunci keberuntungan di dunia dan akhirat. Allah SWT berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.” (QS. Ali Imra [3]:130).
  2. Takwa mengundang limpahan berkah dan rahmat Allah SWT. Allah SWT berfirman, “Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi.” (QS. Al-A’raf [7]:96). Dia juga berfirman, “Maka akan Aku tetapkan rahmat-Ku untuk orang-orang yang bertakwa, yang menunaikan zakat dan orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami." (QS. Al-A’raf [7]:156).
  3. Takwa adalah kunci mendapatkan ampunan dan kasih sayang Allah SWT. Allah SWT berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, jika kamu bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan kepadamu furqaan dan menghapuskan segala kesalahan-kesalahanmu dan mengampuni (dosa-dosa) mu. Dan Allah mempunyai karunia yang besar.” (QS. Al-Anfal [8]:29). Dia juga berfirman, “Hai orang-orang yang beriman (kepada para rasul), bertakwalah kepada Allah dan berimanlah kepada Rasul-Nya, niscaya Allah memberikan rahmat-Nya kepadamu dua bagian, dan menjadikan untukmu cahaya yang dengan cahaya itu kamu dapat berjalan dan Dia mengampuni kamu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Al-Hadid [57]:29). Dan firman-Nya, “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa.” (QS. At-Taubah [9]:4&9).
  4. Takwa adalah solusi. Allah SWT berfirman, “Barang siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)-nya.” (QS. Ath-Thalaq [65]:2-3). Dia juga berfirman, “Dan barang siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.” (QS. Ath-Thalaq [65]:4).
  5. Orang paling mulia adalah orang bertakwa. Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al-Hujurat [49]:13)
Dari Abu Hurairah RA, ia berkata, telah ditanyakan kepada Rasulullah Saw, “Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling mulia?” Rasulullah Saw menjawab, “Orang yang paling bertakwa.” (Muttafaq ‘Alaihi)
Doa Memohon Takwa Kepada Allah SWT
Dari Abdullah bin Mas’ud RA, ia berkata, “Nabi SAW senantiasa berdoa dengan Allâhumma innî as’alukal hudâ wat tuqâ wal ‘afâf wal Ghinâ (Ya Allah, aku mohon pada-Mu petunjuk, ketakwaan, kesucian diri (dari perbuatan hina) dan kekayaan).” (HR. Muslim)
Beberapa Hadits Terkait Dengan Takwa.
  1. Dari Abu Hurairah RA, ia berkata, telah ditanyakan kepada Rasulullah Saw, “Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling mulia?” Rasulullah Saw menjawab, “Orang yang paling bertakwa.” Mereka (sahabat) berkata, “Bukan itu yang kami tanyakan.” Rasulullah bersabda, “Kalau begitu (yang paling mulia) adalah Yusuf bin nabi Allah (Ya’kub) bin nabi Allah (Ishak) bin Khalîlullah (kekasih Allah) yakni Ibrahim.”Para sahabat berkata, “Bukan itu yang kami tanyakan.” Rasulullah SAW balik bertanya, “Apakah tentang keturunan Arab yang baik yang kalian tanyakan? Orang Arab yang terbaik di masa jahiliyah merupakan yang terbaik dalam Islam jika mereka memahami syariat Islam.” (Muttafaq ‘Alaihi).
  2. Dari Abu Said Al-Khudriy RA, dari Nabi SAW, beliau bersabda, “Sesungguhnya dunia itu manis dan indah, dan sesungguhnya Allah menguasakan kepada kalian untuk mengelola yang ada di dalamnya, kemudian Allah mengawasi apa yang kalian perbuat. Maka hati-hatilah kalian terhadap dunia dan wanita. Sesungguhnya bencana yang pertama kali timbul pada Bani Israil adalah karena wanita.’ (HR. Muslim).
  3. Dari Abu Tharîf ‘Adiy bin Hâtim Ath-Thâi, ia berkata, Aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda,“Siapa saja yang telah bersumpah (untuk berbuat sesuatu), kemudian dia melihat bahwa apa yang disumpahkannya itu bisa membutanya lebih takwa maka hendaklah ia melakukan apa yang dilihatnya dapat membuatnya lebih bertakwa.” (HR. Muslim).
  4. Dari Abu Umâmah Shuday bin ‘Ajlân Al-Bâhiliy RA, ia berkata, Saya telah mendengar Rasulullah SAW berkhutbah pada Haji Wada’ (perpisahan). Beliau bersabda, “Bertakwalah kamu sekalian kepada Allah, tegakkanlah lima salat fardhu kalian, berpuasalah pada bulan Ramadhan, tunaikanlah zakat harta kalian, dan taatilah pemimpin-pemimpin kalian, niscaya kalian masuk surga.” (HR. Tirmidzi dalam Sunan-Nya pada bagian akhir dari Bab Shalat. Dia juga berkata bahwa hadis ini Hasan lagi Shahih).
Sumber : http://www.kaunee.com/index.php?option=com_content&view=article&id=785:takwa-kepada-allah-swt&catid=103:majlis-al-kauny&Itemid=82

Sabtu, 15 Januari 2011

Sabar dan Takwa



A.   Indahnya sabar.
Sabar adalah sifat terpuji dalam akhlak Islam. Dalam dalil Al Quran, Allah SWT telah memerintahkan umat muslim untuk memiliki sifat sabar dalam hal dan kondisi apapun. Hanya kepada Allah orang-orang yang beriman memohon pertolongan.  Allah  SWT berfirman: “Wahai Orang-orang yang beriman!,  Mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan salat. Sungguh Allah beserta orang-orang yang sabar”. {QS. Al-Baqarah (2): 153}. Nabi Muhammad saw yang telah mencontohkan para pengikutnya untuk selalu sabar dalam kehidupan sehari-hari, yang tertuang dalam dalil Al Hadits.
 
Selain sabar dalam dalam memperoleh pertolongan Allah, orang-orang yang beriman juga hanya memohon petunjuk kapada Allah. Allah SWT berfirman: “Tunjukilah kami jalan yang lurus”. {QS. Al-Fatihah (1): 6}. Allah SWT juga berfirman: “.. Kemudian jika benar-benar datang petunjuk-Ku kepadamu, maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati.” {QS. Al-Baqarah (2): 38}. Dia juga berfirrman: “Mereka yang mendapat petunjuk dari Tuhannya, dan mereka itulah orang-orang yang beruntung.” {QS. Al-Baqarah (2): 5}.

Allah  SWT berfirman: “ Dan mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan salat. Dan (salat) itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusuk.” {QS. Al-Baqarah (2): 45}. Dari Abu Malik Al Haris bin ‘Ashim Al Asy’ari ra berkata, Rasulullah saw bersabda: “Suci adalah sebagian dari iman, Alhamdulillah itu dapat memenuhi timbangan, Subhanallah dan Alhamdulillah itu dapat memenuhi apa yang ada di antara langit dan bumi, Shalat itu adalah cahaya, Shadaqah itu adalah bukti iman, sabar itu adalah pelita, dan Al Quran itu adalah hujjah (argumentasi) terhadap apa yang kamu sukai ataupun terhadap apa yang kamu tidak sukai. Semua orang pada waktu pagi menjual dirinya, ada yang membebaskan dirinya dan ada pula yang membinasakan dirinya.” (HR. Muslim).

Hanya kepada Allah kita menyembah dan berserah diri, “Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan.”. {QS. Al-Fatihah (1): 5}. Allah SWT juga berfirman: “Barang siapa menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah, dan dia berbuat baik, dia mendapatkan pahala disisi Tuhannya dan tidak ada rasa takut pada mereka an mereka tidak bersedih hati.” {QS. Al-Baqarah (2): 112}.

Untuk mengukur kadar keimanan dan kesabarannya orang-orang yang beriman akan mendapat ujian dan cobaan hidup. Allah SWT berfirman: “Dan Kami pasti menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampailkanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar”.{QS. Al-Baqarah (2): 155}. Allah SWT juga berfirman: “Dan sungguh Kami benar-benar akan menguji kamu sekalian sehingga Kami mengetahui orang-orang yang benar-benar berjihad dan bersabar di antara kamu; dan akan Kami uji perihal kamu.” (QS. Muhammad [47]: 31).

Nabi Muhammad saw bersabda, “Memang sangat menakjubkan keadaan orang mukmin itu; karena segala urusannya sangat baik baginya dan ini tidak akan terjadi kecuali bagi seseorang yang beriman dimana bila mendapatkan kesenangan ia bersyukur maka yang demikian itu sangat baik baginya, dan bila ia tertimpa kesusahan ia sabar maka yang semikian itu sangat baik baginya.” (HR. Muslim). Dari Anas ra berkata, saya mendengar Rasulullah saw bersabda: “Sesungguhnya Allah swt berfirman: “Apabila Aku  menguji salah seorang hambaKu dengan buta kedua matanya kemudian ia sabar maka Aku akan menggantikannya dengan sorga.” (HR. Bukhari).

Kesabaran akan mendapatkan hikmah dan pahala. Allah  SWT berfirman: Wahai sekalian orang-orang yang beriman bersabarlah kamu sekalian dan kuatkanlah kesabaranmu itu.” (Q.S Ali Imran [3]: 200). “hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahalanya tanpa batas.” (QS. Az Zumar [39]: 10). Dia juga berfirman: “tetapi barang siapa bersabar dan memaafkan, sungguh yang demikian itu termasuk perbuatan yang mulia.” (QS. Asy-Syura [42]: 43).
 
Dari Abu Sa’id Sa’d bin Malik bin Sinan Al Khudry ra bahwasannya ada beberapa orang sahabat Anshar meminta kepada Nabi Muhammad  saw maka beliau memberinya, kemudian mereka meminta lagi dan beliau pun memberinya sehingga habislah apa yang ada pada beliau. Ketika beliau memberikan semua apa yang ada di tangannya, beliau bersabda kepada mereka: “Apapun kebaikan yang ada padaku tidak akan aku sembunyikan pada kamu sekalian. Barangsiapa yang menjaga kehormatan dirinya maka Allah pun akan menjaganya. Barangsiapa yang menyabarkan dirinya maka Allah pun akan memberikan kesabaran padanya. Dan seseorang itu tidak akan mendapatkan anugerah yang lebih baik atau lebih lapang melebihi kesabaran.” (HR. Bukhari Muslim).


B.   Iman dan Takwa kepada Allah.

Allah SWT berfirman : “ Dan diantara manusia ada yang berkata “Kami beriman kepada Allah dan hari akhir,” padahal sesungguhnya mereka itu bukanlah orang-orang beriman.” {QS. Al-Baqarah (2): 8}. Maksud dari iman, adalah meyakini dalam hati bahwa selain Allah tidak ada yang wajib disembah dan diibadahi, Allah Yang Maha Kuasa, dan hanyalah Allah SWT yang berkuasa atas segala sesuatu. Allah berfirman : “Wahai orang-orang yang beriman!, bertaqwalah kepada Allah sebenar-benarnya takwa kepadanya....” (Al-Imran [3]: 102)

Perkara yang paling penting di sisi Allah SWT adalah Iman. Iman adalah asas/dasar agama. Tanpa asas, maka suatu bangunan tidak akan berdiri tegak, semakin kuat asasnya maka semakin tinggi bangunan itu dapat dibina. Bangunan tidak dapat didirikan tanpa asas, maka demikian pula agama tidak akan dapat dibawa di dalam kehidupan tanpa adanya iman. Semakin kuat iman itu maka semakin kuat dan sempurna agama dapat diamalkan. Allah SWT berfirman, “wahai orang-orang yang beriman! bertakwalah kepada Allah dan berimanlah kepada Rasul-Nya, niscaya Allah memberikan rahmat-Nya kepadamu dua bagian, dan menjadikan cahaya untukmu yang dengan cahaya itu kamu dapat berjalan serta Dia mengampuni kamu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Al-Hadid [57]: 28).

Iman seumpama akar pada tanaman. Bila akar kuat menunjang kebumi, maka akan memiliki batang yang kuat serta cabang, ranting dan daun yang menjulang ke langit. Bila akar rusak, maka batang akan rapuh dan daun akan mengering. Demikianlah bila iman rusak, maka agama yang diamalkan tidak akan punya kualitas, amal yang dibuat tidak dengan keikhlasan, tanpa bersungguh-sungguh dan tanpa berdzikir kepada Allah melainkan sedikit.

Dia juga berfirman, “wahai  orang-orang yang beriman! jika kamu bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan kepadamu furqan (kemampuan membedakan antara yang hak dan batil) kepadamu dan menghapuskan segala kesalahan-kesalahanmu dan mengampuni (dosa-dosa) mu. Dan Allah mempunyai karunia yang besar.” (QS. Al-Anfal [8]: 29).

Dari Anas r.a. dari Nabi saw. Bersabda: “ Barang siapa ada tiga perkara padanya, ia telah mendapatkan manisnya iman, yaitu hendaklah Allah dan Rasul-Nya lebih dicintai olehnya dari apa yang selain keduanya, hendaklah ia mencintai dan membenci seseorang semata karena Allah, dan hendaklah ia benci untuk kembali kepada kekafiran, sebagaimana ia benci jika akan dicampakkan ke dalam neraka”. (H.R. Bukhari Muslim). 

Dari ‘Abbas bin ‘Abdil Muththalib radhiyallahu ‘anhu, bahwa dia telah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Akan merasakan kelezatan/kemanisan iman, orang yang ridha kepada Allah  sebagai Rabbnya dan Islam sebagai agamanya serta (nabi) Muhammad sebagai rasulnya” Hadits yang agung ini menunjukkan besarnya keutamaan ridha kepada Allah Ta’ala, Rasul-Nya dan agama Islam, bahkan sifat ini merupakan pertanda benar dan sempurnanya keimanan seseorang.

Takwa adalah salah satu perintah Allah SWT yang banyak disebutkan dalam Al-Qur`an (208 ayat, 226 kata) dan Al-Hadits, mengingat hal tersebut merupakan salah satu kunci untuk menggapai rahmat Allah SWT, guna menggapai kebahagiaan di dunia dan akhirat. Allah akan melimpahkan berkah dan rahmat kepada orang yang bertakwa. Allah SWT berfirman: “Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi,..” (QS. Al-A’raf [7]:96).

Allah berfirman: “Dan barangsiapa yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya dan takut kepada Allah dan bertaqwa kepada-Nya, maka mereka adalah orang-orang yang mendapat kemenangan.” (QS. An-Nur [24]: 52). Dari Abdullah bin Mas’ud RA, ia berkata, “Nabi SAW senantiasa berdoa dengan Allâhumma innî as’alukal hudâ wat tuqâ wal ‘afâf wal Ghinâ (Ya Allah, aku mohon pada-Mu petunjuk, ketakwaan, kesucian diri (dari perbuatan hina) dan kekayaan).” (HR. Muslim).

Dia juga berfirman, “Maka akan Aku tetapkan rahmat-Ku untuk orang-orang yang bertakwa, yang menunaikan zakat dan orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami." (QS. Al-A’raf [7]:156). “Barang siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan ke luar. Dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)-nya.” (QS. Ath-Thalaq [65]:2-3). Dia juga berfirman: “Dan orang-orang yang berjuang untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami.Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-Ankabut [29]: 69).

Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertakwa.” (QS. At-Taubah [9]:4&7). Dari Abu Tharîf ‘Adiy bin Hâtim Ath-Thâi, ia berkata, Aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda,“Siapa saja yang telah bersumpah (untuk berbuat sesuatu), kemudian dia melihat bahwa apa yang disumpahkannya itu bisa membuatnya lebih takwa maka hendaklah ia melakukan apa yang dilihatnya dapat membuatnya lebih bertakwa.” (HR. Muslim).

Orang paling mulia adalah orang bertakwa. Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al-Hujurat [49]:13). Dari Abu Hurairah RA, ia berkata, telah ditanyakan kepada Rasulullah Saw, “Wahai Rasulullah, siapakah orang yang paling mulia?” Rasulullah Saw menjawab, “Orang yang paling bertakwa.”  (Muttafaq ‘Alaihi).


Sumber : diedit dan disusun dari beberapa sumber

Mensyukuri Nikmat

Ketahuilah tak terhingga nikmat yang Allah berikan kepada diri anda, namun anda tak menyadari. Terimalah takdir yang telah Allah pilih untuk anda. Mengapa anda bersedih terhadap apa yang tidak anda miliki, ingatlah didunia ini anda bukan satu-satunya yang mendapat ujian dan penderitaan……..

Ingin hati bahagia dan tenang yakinilah firman Allah berikut : “(yaitu) orang2 yg beriman dan hati mereka menjadi tenteram dgn mengingat Allah. Ingatlah, hanya dgn mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram {QS. Ar Ra’d (13): 28}....

Dijelaskan pula dalam ayat “karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu….” {QS. Al Baqarah (2): 152}. Janganlah mengeluh, yakinlah semuanya bisa dilalui…. “Allah tidak membebani seseorang, melainkan sesuai dengan kesanggupannya.” (QS. Al-Baqarah : 286).

“Dan, bertaqwa kepada Allah, niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki arah yg tiada di-sangka2. Dan Barang siapa bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya” {Q.S Ath-Thalaq : 3}. “Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu, adalah orang yang paling bertakwa” {Q.S Al-Hujarat: 13}.

Hadapi hidup ini apa adanya, sesudah kesulitan ada kemudahan, Ingatlah Allah, dengan mengingat Allah, hati menjadi tenang………Nikmatilah dan syukurilah hidup anda ini hari ini, biarlah hari esok datang menurut ketetapan Allah, kita hanya berusaha, Allahlah yang memutuskan…..yang lalu biarlah berlalu, lupakan saja, tataplah masa depan….

Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala. ‘Apa yang disisimu akan lenyap dan apa yang disisi Allah adalah kekal. Dan sesungguhnya Kami memberikan balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan. (QS. an- Nahl : 96).

sumber : http://jadhie.wordpress.com/

VIDEO: Brutal, Puluhan Sepeda Diterjang Mobil

VIVAnews - Acara sepeda santai yang digelar 'Critical Mass' di Porto Alegre, Brasil, pada penghujung Februari 2011 kemarin, berubah jadi tragedi.

Puluhan pesepeda bergelimpangan di jalan akibat ulah pengendara mobil, Ricardo Jose Neis.

Saat itu sekitar 130 pesepeda tengah melintas di jalan raya. Mereka baru saja memulai aktivitas ramah lingkungan sesuai misi Critical Mass.

Saat tengah asyik bersepeda, tiba-tiba saja Neis yang mengendarai mobil VW-nya menerjang mereka dari belakang dengan kecepatan tinggi.

Puluhan pesepeda bergelimpangan di jalan akibat ulah pengendara mobil, Ricardo Jose Neis.

Sekitar 20 pesepeda jadi korban. Mereka terpental, bergelimpangan di jalan. Bahkan tidak sedikit di antara mereka tersangkut di kap mobil Neis berikut sepedanya. Para korban mengalami luka ringan maupun berat. Jerit tangis dan teriakan langsung membahana di jalan. Neis pun diamankan polisi.

Sekadar diketahui Critical Mass adalah sebuah acara bersepeda yang biasanya digelar pada hari Jumat terakhir setiap bulan, di lebih dari 300 kota di seluruh dunia.

Saksikan video brutal Neis di sini.

sumber : • VIVAnews http://dunia.vivanews.com/news/read/207196-video--brutal--puluhan-sepeda-diterjang-mobil


Video Tragedi Sepeda di Brazil